Bullying - Chapter 1
Cerpen Bullying Chapter 1
Tentang hidup, semua manusia selalu berlomba untuk menjadi yang terbaik, terbaik untuk orang lain dan belum tentu baik untuk dirinya sendiri. Saking pengennya di akui oleh semua orang kadang tanpa di sadari kita rela melakukan apa saja demi eksistensi, tapi pada akirnya lewat waktu kita menyadari bahwa semua hal yang kita lakukan untuk menyenangkan orang lain adalah hanya fana belaka, pada akhirnya semua orang akan melihat keburukan kita, di bandingkan ia melihat kebaikan kita. Begitulah hidup berjalan, apa itu mengeluh? Tak ada yang masalah yang selesai dengan cara mengeluh, oleh sebab itu Hilda, yang merupakan seseorang anak yang mengalami banyak hal buruk di dalam hidupnya namun ia tidak pernah mengeluh bahkan ia tersenyum melewati hari-harinya. Ia percaya bahwa dengan ia selalu tersenyum maka hal-hal baik akan datang kepada dirinya.
***
“dasar anak kampungan, udah jelek, kucel, bodoh hahahah” ucap salah satu teman kelas Hilda yang sedang membully Hilda,
“tau diri dong, ga pantes kamu sekolah, udah mending dirumah aja, bantuin orang tua kamu biar cepat kaya,
upsss kamu kan uda kaya” sambung salah satu teman Hilda, Hilda
selalu diam meskipun setiap hari ia mendapatkan bullyan. Hilda tak pernah
melaporkan semua masalahnya kepada kedua orang tuanya, justru ketika ia pulang
sekolah ia selalu tersenyum seakan-akan ia menikmati masa-masa ia di sekolah, dengan
melihat Hilda yang selalu ceria, kedua orang tua Hilda tak pernah tahu dan tak
pernah menyangka bahwa sebenarnya Hilda selalu di bully ketika di sekolah.
Orang tua Hilda adalah orang yang terpandang di kampungnya, berbeda dengan kebanyakan orang yang di Bully karena perekonomian mereka, sedangkan Hilda di bully karena ia berasal dari keluarga berada. Teman-teman Hilda membenci Hilda karena Hilda kaya dan mereka menganggap bahwa orang yang kaya adalah orang yang selalu menindas orang-orang kecil seperti mereka, padahal tidak semuanya seperti itu.
orang tua Hilda adalah orang yang baik,
mereka sering berdonasi kepada orang yang membutuhkan dan mereka juga sering
membagikan makanan kepada orang yang tidak mampu, tapi pandangan teman-teman
Hilda berbanding terbalik dengan apa yang di lakukan oleh orang tuanya.
“Besok ke sekolah kamu mau bawa bekal apa nak?” tanya orang tua Hilda kepada Hilda,
“Hilda engga pengen sekolah ma besok, Hilda capek sekolah terus” ucap Hilda kepada mamanya membuat mamanya bingung, pasti ada sesuatu yang terjadi kepada Hilda namun Hilda tidak ingin memberi tahu kepada orang tuanya,
“kamu ga boleh gitu nak, kamu harus sekolah biar jadi anak yang pinter” ucap kedua orang tua Hilda kepada Hilda. Hilda pun mengiyakan apa yang di ucapkan oleh mamanya.
Di suatu malam, terjadi perbincangan kedua orang tua Hilda, sebab mama Hilda merasa janggal dengan apa yang sudah terjadi pada Hilda, Hilda mungkin pandai berbohong dengan orang lain tapi ia belum tentu pintar membohongi orang tuanya, orang yang bersamanya sejak ia lahir hingga sekarang,
“pa, tadi Hilda bilang dia males ke sekolah katanya capek” ucap mama Hilda kepada papa Hilda di saat mereka sedang bersantai di kamar,
“kok bisa ma, kenapa? Mama ga nanya?” ucap papa Hilda dengan nada kebingungan,
“ga tau pa, makanya mama ngerasa aneh loh pa, seperti ada sesuatu yang Hilda sembunyiin, atau jangan jangan selama ini ia selalu di bully di sekolah?” ujar mama Hilda kepada suaminya,
“kalau Hilda memang di bully di sekolah dia pasti cerita ke kita, ini kan Hilda ga pernah cerita apa-apa ke kita, berarti dia baik-baik aja ma, barangkali kita yang memang terlalu khawatir sama dia” ucap papa Hilda mencoba untuk menenangkan istrinya,
“iya kali ya pa, mungkin karena mama
terlalu sayang hingga mama jadi seperti ini” ucap mama Hilda yang
membenarnya pernyataan dari suaminya itu.
Hari demi hari berlalu, Hilda selalu menjalani hari-harinya
dengan 2 sisi yang berbeda, di sekolah ia selalu di bully, tertekan dan ia
tidak memiliki teman, sedangkan dirumah ia selalu di manja, hampir semua
kemauannya di turuti oleh kedua orang tuanya. Kalau di tanya, apakah Hilda
bahagia dengan hidupnya? Tentu dari pandangan kita menjadi seperti dirinya
adalah sebuah hal yang sangat tidak mengenakan, sedangkan bagi Hilda semuanya
enak enak saja, karena ia selalu memandangi hidup dengan cara bersyukur. Hilda
tidak pernah mengeluh apapu tentang apa yang ia jalani dan yang sudah ia
lewati. Namun Hilda juga manusia biasa, ia sering diam-diam menangis meratapi
nasibnya, ia sendiri tidak mengetahui kenapa ia bisa terus-terusan di bully
padahal ia tidak pernah melakukan kesalahan atau melakukan hal-hal yang
merugikan teman-temannya.
***
Di suatu hari, ketika liburan semester, waktu itu Hilda
sudah kelas 4 SD, orang tua Hilda mengajak Hilda untuk pergi berlibur ke Bali,
Hilda adalah satu satunya orang yang sudah pernah ke Bali di antara
teman-temannya, waktu itu Hilda merasakan sangat bahagia, karena memang tidak
semua orang seberuntung dirinya, namun di sisi lain ia harus siap-siap untuk
mendapatkan bullyan lagi dari teman-temannya yang mana teman-temannya
mengetahui bahwa ia sedang berlibur di Bali, mengingat hal itu Hilda pun
bukannya senang karena bisa liburan ke Bali, tapi ia malah merasakan sedih,
sebab ia sejujurnya sudah lelah meladeni semua bullyan teman-temannya, namun
disisi lain ia juga tidak mungkin memberi tahu apa yang sudah terjadi pada
dirinya kepada kedua orang tuanya.
Kehidupan yang sulit adalah makanan sehari-hari untuk Hilda, mungkin kita mengira bahwa menjadi orang kaya itu berarti kita terbebaskan dari rasa sedih dan rasa bingung, kita akan selalu bisa hidup aman setiap harinya, dan kita selalu hidup berkecukupaan jadi tidak perlu memusingkan mau makan apa di esok hari, namun hal itu tidak berlaku bagi Hilda, dengan statusnya menjadi anak orang kaya, hal itu malah menjadi beban untuk Hilda.
“nak kamu kenapa, kok mama perhatiin dari tadi diem aja? Kenapa? Ga senang sama liburannya?” tanya mama Hilda sewaktu ia melihat putrinya sedang diam melamun seakan memikirkan sesuatu yang penuh dengan beban,
“senang ma, Cuma Hilda mikirin anak-anak yang tidak bisa seberuntung Hilda ma, kasian mereka, tidak semua dari mereka bisa hidup dengan aman” ucap Hilda kepada mamanya, membuat mama Hilda merasakan bangga karena meskipun masih kecil anaknya itu sudah mampu berpikiran secara dewasa,
“tuhan selalu punya rencana yang indah untuk hambanya nak, bisa jadi
mereka yang sedang kesusahan di masa sekarang akan menjadi sukses di masa
depan, atau malah sebaliknya, tuhan punya rencana yang tidak bisa kita tebak
nak” ucap mama Hilda menjelaskan kepada putrinya. Dari penjelasan mamanya,
Hilda pun jadi mengerti dan ia malah tambah bersyukur.
“cieee anak orang kaya baru balik liburan nih, gimana? Asyik ga? Pasti asik dong” ucap salah satu teman Hilda di kelas Hilda sewaktu mereka sudah masuk sekolah kembali,
“kenapa si kalian selalu ngejekin aku?” tanya Hilda kepada teman-temannya di kelas,
“ngerasa ke hina? Mau ngadu? Sana ngadu ke orang tuamu, kita juga ga takut” ucap salah satu teman Hilda dengan nada keras,
“ada apa ini?” tanya salah satu guru Hilda karena ia mendengar sedari tadi kelas Hilda sangatlah berisik,
“engga bu ga ada apa-apa, kita lagi main,
ya kan temen-temen” ucap salah satu teman Hilda, menutupi masalah mereka dari
guru mereka.
Di waktu istirahat, teman-teman Hilda semuanya pergi ke kantin untuk jajan, sedangkan Hilda menangis sendirian di kelas, tak ada yang tahu bahwa saat itu Hilda menangis, Hilda merasa tidak kuat lagi dengan apa yang ia jalani, ia pengen mengeluh namun ia tidak tahu kepada siapa ia harus mengadu, ia pengen menyerah untuk sabar namun ia tidak tahu harus mulai dari mana.
“nak, kamu kenapa nangis sendirian di kelas? Ada guru yang marahin kamu? Atau ada apa?” tanya mama Hilda kepada Hilda, Hilda pun merasa kaget karena mamanya tiba-tiba datang ke sekolahnya,
“mama? Kok mama kesini?” tanya Hilda kepada maamanya,
“mama bawain kamu bekal, nih tadi ketinggalan di rumah” ucap mama Hilda sembari memberikan sebuah kotak nasi kepada Hilda,
“oh iya, makasih
ya maa” ucap Hilda sembari mengambil kotak nasi yang di bawakan mamanya.
Melihat anaknya menangis sendirian di kelas membuat mama
Hilda bertanya-tanya, apa yang sebenarnya terjadi pada putrinya itu dan kenapa
ia bisa menangis sendiri. Karena
merasa janggal akhirnya mama Hilda memutuskan untuk
menyelidiki apa yang sebenarnya di alami oleh anaknya itu. Mama Hilda akan
melakukan rencananya di mulai dari besok.
Sedangkan Hilda, ia di kelas sendirian, setelah selesai memangis ia pun mulai makan karena mamanya tadi baru saja membawa bekal kepada dirinya.
“CIEEEE anak mami bawa bekal ke sekolah, duhh enak banget ya” ucap salah satu teman Hilda, saat mereka melihat Hilda sedang makan,
“diem kalian, bisa ga si kalian sekali saja tidak menganggu ku” ucap Hilda dengan nada keras karena ia sudah merasa capek dengan tingkah teman-temannya yang selalu membully dirinya,
“udah bisa ngelawan sekarant? Udah berani sama kita?” tanya salah satu
teman Hilda yang tidak menyukai bentakan dari Hilda, padahal mereka yang mulai
terlebih dahulu.
***
“hallo ma” sapa Hilda kepada mamanya di saat ia sudah pulang sekolah,
“eeh udah pulang nak?” tanya mama Hilda kepada Hilda,
“udah dong” ucap Hilda kepada mamanya,
“nanti mandi ya nak, jangan lupa jam 2 nanti ada les, terus habis itu nanti malam kita makan di resto ya bareng teman teman mama” ucap mama Hilda kepada Hilda,
“papa ga ikut?” tanya Hilda, sebab ketika mereka pergi biasanya papa dan mama nya selalu pergi bersama,
“sorry sayang, hari ini
papa ga join dulu ya, papa ada kerjaan di kantor, Hilda gapapa kan pergi sama
mama dulu” ucap papa Hilda kepada Hilda. Untungnya Hilda adalah anak yang
pengertian ia tidak memaksa papanya untuk ikut bersamanya dan ia hanya
mengangguk paham.